
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُتْبَةَ عَنْ أُمِّ قَيْسٍ بِنْتِ مِحْصَنٍ أَنَّهَا أَتَتْ بِابْنٍ لَهَا صَغِيرٍ لَمْ يَأْكُلْ الطَّعَامَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَجْلَسَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي حَجْرِهِ فَبَالَ عَلَى ثَوْبِهِ فَدَعَا بِمَاءٍ فَنَضَحَهُ وَلَمْ يَغْسِلْهُ
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Yusuf berkata, telah mengabarkan kepada kami Malik dari Hisyam bin ‘Urwah dari Bapaknya dari ‘Aisyah Ummul Mukminin, ia berkata, “Pernah seorang bayi dibawa ke hadapan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu bayi tersebut kencing hingga mengenai pakaiannya. Beliau lalu minta air dan mengusapinya dengan air tersebut.”
(Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Bari bissyarhi Shahih Al-Bukhari, Jilid I, hadits no.199. Kaira: Penerbit Darul Hadits, 2004. Hal. 389)
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُتْبَةَ عَنْ أُمِّ قَيْسٍ بِنْتِ مِحْصَنٍ أَنَّهَا أَتَتْ بِابْنٍ لَهَا صَغِيرٍ لَمْ يَأْكُلْ الطَّعَامَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَجْلَسَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي حَجْرِهِ فَبَالَ عَلَى ثَوْبِهِ فَدَعَا بِمَاءٍ فَنَضَحَهُ وَلَمْ يَغْسِلْهُ
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Yusuf berkata, telah mengabarkan kepada kami Malik dari Ibnu Syihab dari ‘Ubaidullah bin ‘Abdullah bin ‘Utbah dari Ummu Qais binti Mihshan, bahwa dia datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan membawa anaknya yang masih kecil dan belum makan makanan. Rasulullah lalu mendudukkan anak kecil itu dalam pangkuannya sehingga ia kencing dan mengenai pakaian beliau. Beliau kemudian minta diambilkan air lalu memercikkannya dan tidak mencucinya.”
(Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Bari bissyarhi Shahih Al-Bukhari, Jilid I, hadits no.199. Kaira: Penerbit Darul Hadits, 2004. Hal. 389)
FAIDAH HADITS
- Anjuran bergaul dengan baik dan tawadlu (rendah hati). Tawadlu muncul, karena kita saling membutuhkan, maka perlunya ada sikap saling menghargai. Kalau kita ingin dihargai, maka hargailah orang lain juga.
- Harus lembut dan menyayangi kepada anak. Tidak akan di sayangi orang tidak disayangi.
- Ada anjuran untuk mentahnik (menempelkan kurma yang sudah dilembutkan ke langit-langit bagian dalam atas mulut) kepada bayi yang baru lahir dan tabarruk (memohon barakah) kepada orang yang memiliki keutamaan (Ahli Ilmu).
- Kekhususan hanya berlaku kepada nabi Muhammad saja, karena ada dalilnya.
- Terkadang tabarruk dihindari karena dikhawatirkan dapat jatuh dalam perkara syirik, maka disini mesti difahami bagaimana yang disyari’atkan Nabi.
- Para ulama berbeda pendapat tentang air kencing bayi itu, menurut Imam Syafi’i ada tiga pendapat:
- Kencing bayi laki-laki cukup di perciki air, sedangkan kencing bayi perempuan harus dicuci (Ini adalah pendapat ‘Atha, Hasan, Az-Zuhri, Ahmad, Ishaq, Ibnu Wahb dan yang lainnya diriwayatkan dari Walid bin Muslim dari Malik).
- Kencing keduanya cukup diperciki (baik perempuan atau laki-laki), karena sama keduanya sama-sama belum makan apa-apa kecuali ASI (Ini adalah pendapat Auza’i yang dihikayatkan dari Malik dan Syafi’i).
- Kencing keduanya wajib dicuci (baik perempuan atau laki-laki), (Ini adalah pendapat Hanafiah dan Malikiah).
Pendapat yang paling shahih adalah pendapat yang pertama.
- Bolehnya diperciki air bayi laki-laki bukan menunjukan bahwa air kencing bayi itu tidak najis, tapi karena ringannya kenajisannya.
- Analisis itu lebih kepada penajaman orang dalam menilai masalah.
- Jangan terjebak apa gara-gara karena tidak diterangkan oleh para Ulama dalam kitab analisis kita menjadi tidak manfaatnya.
- Realitas itu adalah bahwa orang yang akan datang kemudian itu akan lebih jauh daya analisisnya ketimbang orang terdahulu, sebab yang diketemukan oleh yang terdahulu dibaca oleh orang zaman sekarang, dan apa yang di ketemukan oleh orang sekarang belum tentu diketahui oleh orang dahulu, tapi ini bukan berarti merendahkan Ulama dahulu, hormat kita kepada Ulama dahulu jangan sampai menafikan analisis kita, karena bisa jadi dulu pun ada, namun kita saja yang belum mengerti dan menemukan apa yang diketemukan oleh Ulama dahulu, cuman barangkali istilahnya berbeda.